Kab. Bandung (SIGAPNEWS).- Setelah sempat tertunda akibat ricuh, sidang dakwaan kasus kepala desa (kades) yang mengkampanyekan calon legislatif (caleg) digelar. Dalam dakwaannya, terdakwa Dadang Darajat dianggap bersalah mengkampanyekan caleg hingga merugikan peserta pemilu 2024.
Dadang diketahui mengkampanyekan salah satu caleg DPR RI. Hal itu terungkap dalam sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung pada Selasa (20/2/2024). Dalam persidangan, terdakwa hadir secara langsung mengenakan pakaian berwarna putih dilengkapi peci.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Eka Ratnawidiastuti. Sedangkan dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Arianto.
Dalam persidangan tersebut, Dadang diketahui merupakan kades di Desa Majasetra sebagaimana SK Bupati Bandung Nomor : 141.1/KEP/839-DPMD/2023 tanggal 13 Oktober 2023. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Dadang bersalah dalam perbuatannya.
“Terdakwa dengan sengaja membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye,” kata Arianto saat membacakan dakwaannya.
Awal Mula Kasus
Dalam uraiannya, kasus itu bermula saat saksi bernama Budi yang merupakan Ketua RW 10 mendapatkan foto surat undangan dari Angga ketua RW 12 pada Kamis 21 Desember 2023. Undangan itu ternyata berasal dari Dadang yang merupakan Kades Majasetra.
“Isinya dari Kepala Desa Majasetra Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Nomor : 005/050/Desa tanggal 21 Desember 2023 perihal Kegiatan Penyerahan Honorarium Ketua RW dan Ketua RT Desa Majasetra yang akan dilaksanakan hari Jumat tanggal 22 Desember 2023 sekitar pukul 09.00 WIB di Aula Desa Majasetra,” katanya.
Budi lantas menghadiri undangan itu. Di lokasi sudah ada para ketua RT dan RW. Saat acara dimulai, Dadang memberitahukan para peserta tentang adanya kegiatan car free night untuk malam tahun baru di sekitar Polsek Majalaya. Ketua RT dan RW diberitahu untuk bisa ikut serta menjual kuliner.
“Saat itu Saksi Erna (bendahara desa) mulai memanggil satu persatu Ketua RW dan Ketua RT untuk maju ke depan mengambil honorarium dan yang telah dipanggil dapat meninggalkan ruangan Aula,” ucapnya.
Arianto menjelaskan saksi Budi kemudian merekam menggunakan handphone saat pembagian honorarium tersebut. Namun tiba-tiba terdakwa menyampaikan suatu ajakan kepada para peserta untuk memilih cucunya yang akan mencalonkan DPR RI.
“Calon RI calon DPR RI calon ti jabar sareng ti kabupaten, dengan keterkaitan masyarakat majasetra khususna, abi kapernah incu tah manawi, abdi gaduh incu nyaeta tiara. Abdi bade nyungkeun tulung ka bapak-bapak sadayana pang dedeulkeun engke dina waktosna, siap? Siap? Tah sakitunya mudah-mudahan tiasa disungkeun kerjasamana sareng abdi yeuh, lami yeuh janten kades teh 6 (genep) taun, ulah ingkal bali lahan, abi nyuhungkeun ieu lain kampanye, tapi ngajak. Siap dukung? Lain kampanye tapi ngajak, miwarang, nitah pang nyolokeun,” bunyi ajakan terdakwa yang dibacakan oleh Arianto.
Setelah kegiatan tersebut para RT dan RW langsung meninggalkan lokasi acara. Kemudian keesokan harinya saksi Budi memberikan rekaman video tersebut kepada temannya dan langsung memberikan video tersebut kepada Panwascam Majalaya.
“Melihat tindakan dari terdakwa tersebut, Saksi Saepulloh (Panwascam) mengatakan kepada Saksi Budi bahwa tindakan terdakwa di dalam video tersebut termasuk pelanggaran pemilu, kemudian Saksi Saepulloh melaporkan kejadian tersebut kepada Saksi Deni Jaelani (Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Kabupaten Bandung),” beber Arianto.
“Video rekaman berdurasi 3 (tiga) menit 8 (delapan) detik tersebut telah dipindahkan ke 1 (satu) buah flashdisk merk Kingstone warna hitam dengan kapasitas 16 GB (Gigabyte),” tambahnya.
Arianto menambahkan terdakwa mengetahui apabila selaku Kepala Desa Majasetra tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan dan atau merugikan salah satu peserta pemilu.
“Tindakan yang dilakukan oleh terdakwa selaku Kepala Desa Majasetra tersebut dapat menguntungkan Calon Anggota Legislatif DPR RI dengan mengajak para audiens,” tutur Arianto.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 490 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Setelah pembacaan dakwaan selesai, majelis hakim ketua mempersilahkan terdakwa untuk mengajukan eksepsi atau bantahan dari dakwaan tersebut. Setelah berembuk bersama penasihat hukumnya, terdakwa memutuskan untuk tidak melakukan eksepsi.
Sidang pun kembali dilanjutkan dengan menghadirkan sejumlah saksi dari JPU. Sebanyak enam saksi dan dua saksi ahli dihadirkan. Sidang pun kemudian dilanjutkan dengan keterangan para saksi-saksi. (Red)