BUPATI BANDUNG
PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 135 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN
PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANDUNG,
Menimbang : a.
bahwa pengaturan mengenai pelakeanaan pemungutan pajak huburan di Kabupaten Bandung telah diatur dalam Peraturan Bupat) Bandung Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunyuk Teknis Pemungutan Pajak Hiburan scbagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Bandung Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunyuk Teknis Permungutan Pajak Hiburan;
b. bahwa saat ini pelaksanaan pembayaran pajak hiburan dapat dilakukan secara on-line dan juga periu adanya penguatan dan penambehan sanksi admunistrauf kepada wajtb pajak, schingga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a pertu drubah dan disesuakan;
c. bahwa berdasarkan perumbangan sebagaimana dumaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bupati Bandung Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunjuk Tekrus Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan;
Mengingat : 1.
Undang-UndangNomor 14 Tahun 1950, _ tentang Pembentukan Deerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propins: Jawa Barat (Benta Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1968, tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah-dacrah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga Atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 4740);
3. Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Llembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 _ tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negaran Republik indonesia Nomor 4355);
6. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 244);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
12. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2015 Nomor 9);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2011 Nomor 1) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 201 Nomor 6);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2013 tentang Partisipasi Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Publik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2013 Nomor 12);
15. Peraturan Bupati Bandung Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan (Berita Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2016 Nomor 39) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan (Berita Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2018 Nomor 5);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BUPATI BANDUNG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 37. TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bandung Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan (Berita Daerah Tahun 2016 Nomor 39) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Bandung Nomor 37 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan (Berita Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2018 Nomor 5) diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bandung.
2. Bupati adalah Bupati Bandung.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
5. Badan Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Bapenda adalah Perangkat Daerah yang membidangi pengelolaan pemungutan Pajak.
6. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dimkmati dengan dipungut bayaran.
7. Pajak Hiburan yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang undang dengan tidak mendapatkan imbalan_ secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
8. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menhadiri suatu hiburan untuk dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan;
9 Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan atau menikmati hiburan;
10. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan information objek dan subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yang terhutang sampai kegiatan penagihan Pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
11. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Usaha Lainnya.
12. Pemeriksaan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pemeriksaan adalah serangkain untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah information dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan Daerah berdasarkan Peraturan Perundang undangan yang berlaku.
13. Pemeriksa Pajak Daerah yang selanjutnya di sebut pemeriksa adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah atau tenaga ahli yang di tunjuk oleh Bupati diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan dibidang Pajak Daearah.
14. Pengawasan Transaksi Usaha Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Pengawasan adalah suatu proses untuk memastikan bahwa sumua aktifitas transaksi pembayaran oleh subjek Pajak kepada Wajib Pajak sudah__ dicatat/direka/diinput sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan daerah.
15. Knowledge Transaksi Usaha atau Knowledge Transaksi Pembayaran adalah keterangan atau information atau dokumen transaksi yang oberkaitan dengan pembayaran Pajak Daerah yang menjadi dasar pengenaan Pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
16. On-line adalah sambungan langsung antara subsistem satu dengan subsistem lainnya secara terintegrasi atau keadaan komputer yang terkoneksi atau terhubung kejaringan web sehingga apabila komputer sedang on-line bisa mengakses web tersebut.
17. Laporan Pemeriksaan adalah laporan tentang hasil Pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa secara rinci, ringkas, dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
18. Pembukuan adalah suatu pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan information dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan, dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun _laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap masa Pajak berakhir.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah — surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya _ sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar dari Pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak, atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak.
23. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
24.Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa dengan Wajib Pajak dalam upaya memperoleh pendapat yang sama atas temuan_ selama Pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui, dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangan oleh Pemeriksa dan Wajib Pajak, yang selanjutnya dijadikan dasar penerbitan SKPDKB, SKPDLB, atau SKPDKBT dan STPD.
25. Unit Pelaksana Teknis Daerah Pajak Daerah yang selanjutnya disebut UPTD Pajak Daerah adalah unit kerja yang mengelola sumber-sumber pendapatan Pajak daerah, di bawah Bapenda.
26. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan daerah.
27. Elektronik Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat e SPTPD adalah information SPTPD dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPTPD yang dikelola oleh Bapenda.
28.Bon Penjualan atau Invoice, Faktur atau bill adalah dokumen bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh Wajib Pajak pada saat pengajuan pembayaran kepada subjek Pajak.
29.Jasa Boga dan Katering adalah suatu jasa pengelolaan makanan baik perorangan maupun perusahaan yang menyediakan makanan disuatu tempat yang penyediannya didasarkan atas pesanan.
30.Nota Pesanan adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh Wajib Pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pesanan subjek Pajak.
31. Piutang Pajak Daerah adalah selisih ketetapan Pajak daerah dengan pembayaran Pajak, tidak termasuk pembayaran sanksi administrasi pertanggal jatuh pace untuk satu masa Pajak.
32.Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
33.Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah Pajak yang terutang.
34. Surat Keputusan Pembetulan adaiah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
35. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
2. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11
disisipkan 1 (satu) Pasal yakni
Pasal 10A, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 10A
(1) Pengusaha yang telah memiliki kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) wajib menyampaikan laporan SPTPD/e SPTPD _ sesuai dengan masa Pajak yang telah ditentukan oleh Bapenda.
(2) Bupati berhak melakukan penagihan melalui STPD kepada Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengusaha yang telah memiliki kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak menyampaikan laporan SPTPD/e SPTPD dapat dikenakan sanksi administratif.
(4) Pengusaha yang telah dilakukan Penagihan melalui STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi tidak dapat melakukan pembayaran Pajak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berupa penyebaran secara umum informasi ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam bentuk penempelan stiker, spanduk dan media lainnya.
3. Ketentuan Pasal 11 diubah,
sehingga menjadi sebagai
berikut:
Pasal 11
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, satuan mata uang rupiah dan disampaikan kepada Bapenda.
(2) Pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara on-line.
(3) Untuk melakukan pengisian SPTPD secara on-line sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui e SPTPD dengan terlebih dahulu mendaftarkan diri untuk memperoleh person account dengan datang langsung ke kantor Bapenda.
(4) Wajib Pajak yang telah mendapatkan person account dapat melakukan’ pengisian eSPTPD dan menyampaikan melalui aplikasi yang telah disediakan oleh Bapenda.
(5) Wajib Pajak menginput information pelaporan dan mengunggah rekap pelaporan kedalam sistem aplikasi e SPTPD untuk kepentingan Pelaporan Pajak.
(6) Wajib Pajak diberikan bukti penerimaan elektronik sebagai tanda terima penyampaian e SPTPD.
(7) Bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sebagai tanda bukti penerimaan yang sah.
(8) Wajib Pajak yang telah menyampaikan e SPTPD secara on-line tidak perlu menyampaikan formulir SPTPD secara offline.
(9) Untuk Wajib Pajak yang belum mendaftarkan e SPTPD masih dapat menyampaikan SPTPD secara offline melalui loket yang disediakan oleh Bapenda.
(10) Batas waktu penyampaian SPTPD/e SPTPD paling lama 15 (lima belas) hari setelah akhir Masa Pajak.
(11) Dalam hal Wajib Pajak belum menyampaikan SPTPD dan/atau eSPTPD sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) Bapenda dapat menerbitkan surat pemberitahuan/teguran.
(12) SPTPD atau e-SPTPD dianggap tidak disampaikan jika:
a. SPTPD tidak ditandatangani untuk yang belum menggunakan
e-SPTPD;
b. SPTPD atau e SPTPD tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen penjualan berupa faktur, bon dan sejenisnya; dan
c. SPTPD atau e SPTPD disampaikan setelah Bapenda melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
(13) Dalam hal SPTPD dianggap tidak disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) Bapenda memberitahukan kepada Wajib Pajak.
(14) Bapenda mengelola seluruh information SPTPD atau e SPTPD Wajib Pajak dan wajib menjaga kerahasian information Wajib Pajak, kecuali untuk kepentingan pemeriksaan Pajak dan/atau kepentingan lain yang mewajibkan untuk membuka kerahasiaan information Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
4.Ketentuan Pasal 12 diubah,
sehingga menjadi sebagai
berikut:
Pasal 12
(1) Pajak dipungut berdasarkan penetapan secara jabatan atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dilakukan secara tunai.
(2) Wajib Pajak menggunakan invoice/faktur/struk money check in sebagai bukti pembayaran yang mencantumkan nilai Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak mengenakan Pajak dalam invoice/faktur/struk money check in, pembayaran yang diterima Penyelenggara Hiburan sudah_ termasuk Pajaknya.
(4) Besarnya Pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak.
(5) Setiap Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan membayar sendiri wajib menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan Pajak terutang dengan menggunakan SPTPD/e SPTPD.
(6) Setiap Wajib Pajak yang penetapan Pajaknya dilakukan secara jabatan, jumlah Pajak terutang ditetapkan dengan menerbitkan SKPDKB;
(7) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya Pajak, Bapenda dapat menerbitkan:
a. SKPDKB apabila:
1. berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (Dua persen) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak;
2. SPTPD/e SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (Dua persen) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak;
3. kewajiban mengisi SPTPD/e SPTPD _ tidak dipenuhi, Pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga_ sebesar 2%(Dua persen) sebulan dihitung dari Pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak;
4. kewajiban pencatatan atau Pembukuan omset tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya Pajak yang terutang; dan
5. kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
b. SKPDKBT, apabila ditemukan information baru atau information yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah Pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (Seratus persen) dari jumlah kekurangan Pajak tersebut. Kenaikan tersebut tidak dikenakan bila Wajib Pajak melaporkan sendiri kepada Bapenda sebelum dilakukan Pemeriksaan.
c. SKPDN, apabila jumlah Pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak.
d. STPD, apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (Dua in step with seratus) in step with bulan.
(8) Pembuktian atas uraian penghitungan yang dapat dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Bupati dibebankan kepada Wajib Pajak meliputi: a.Pembukuan dan pencatatan yang tidak lengkap sehingga
penghitungan Pajak daerah tidak jelas;
b.dokumen-dokumen Pembukuan tidak lengkap sehingga angka angka dalam Pembukuan tidak dapat diuji; atau
c.dari rangkaian Pemeriksaan dan/atau fakta fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau information pendukung lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya Pemeriksaan.
5. Ketentuan Pasal 13 diubah,
sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 13
(1) Pembayaran Pajak dapat dilakukan secara on-line maupun offline.
(2) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui financial institution yang ditunjuk oleh Bupati, selanjutnya disetor pada rekening kas umum Daerah dengan menggunakan kode/nomor bayar yang tercantum dalam SPTPD/e SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD.
(3) Pembayaran Pajak melalui financial institution, Wajib Pajak menerima tanda bukti pembayaran/slip setoran dari financial institution yang telah divalidasi.
(4) Tanda bukti pembayaran/slip setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bukti setoran yang sah.
6. Diantara Pasal 13 dan Pasal 14
disisipkan 1 Pasal yakni Pasal
13A, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 13A
(1) SKPDKB yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh pace pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak Pajak terutang dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
(2) Kepala Bapenda dapat menerbitkan STPD jika Pajak dalam satu masa Pajak tidak atau kurang bayar.
(3) Jumlah kekurangan Pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya Pajak.
(4) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat keputusan pembetulan, Surat keputusan keberatan dan Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah Pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi paling lama 30 hari sejak tanggal diterbitkan.
(5) Terhadap Pajak yang terutang, Wajib Pajak dapat mengajukan surat permohonan kepada Bapenda untuk mengangsur atau menunda pembayaran.
(6) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan secara tertulis paling lambat 7 hari sebelum tanggal jatuh pace pembayaran disertai alasan yang dapat diterima dan dipertanggungjawabkan serta harus melampirkan surat pernyataan bahwa Pajak terutang akan dilunasi.
(7) Terhadap permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Bapenda dapat menerbitkan Surat perjanjian angsuran atau surat keputusan penundaan pembayaran.
(8) Angsuran pembayaran Pajak dilakukan paling banyak 3 kali angsuran dalam jangka waktu 90 hari terhitung dari tanggal Surat Perjanjian Angsuran Pembayaran.
(9) Penundaan Pembayaran dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal Surat Penundaan Pembayaran.
(10)Angsuran atau penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari sisa Pajak yang belum dibayar sesuai peraturan perundang-undangan.
7 Ketentuan Pasal 14 diubah,
sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
(1) Kepala Bapenda karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. membetulkan SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang undangan perpajakan daerah.
b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar.
c. mengurangkan atau menghapuskan — sanksi administrasi sebagian atau seluruhnya berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan_ karena kesalahannya, atau karena bencana alam, pandemi/wabah, kebakaran, pailit, terjadi perang, huru hara dan peristiwa sejenis lainnya.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dikarenakan bencana alam, kebakaran dan huru hara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c permohonan harus dilengkapi dengan fotocopy SKPDKB, SKPDKBT atau STPD yang dimohonkan, fotocopy identitas Wajib Pajak atau fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan dan surat keterangan dari Kepala Desa
(3) Dalam hal Wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dikarenakan pailit, dengan kniteria:
a. Wajib Pajak bukan badan hukum yang pengelolaan pembukuannya masih guide, permohonan dilengkapi dengan fotocopy SKPDKB, SKPDKBT atau STPD yang dimohonkan, fotocopy identitas Wajib Pajak atau fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan dan surat pernyataan pailit yang diketahui oleh Kepala Desa.
b. Wajib Pajak yang berbadan hukum yang pengelolaan pembukuannya sudah trendy, permohonan tersebut harus dilengkapi dengan fotocopy SKPDKB, SKPDKBT atau STPD yang dimohonkan, fotocopy identitas Wajib Pajak atau fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan dan surat keterangan hasil audit akuntan publik dan/atau surat pernyataan pailit berdasarkan putusan dari pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
(4) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bapenda dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD dengan disertai rekomendasi teknis Kepala UPTD Pajak Daerah wilayah dimana objek Pajak berdomisili.
(5) Kepala Bapenda dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah harus memberikan keputusan.
(6) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat} permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Bapenda belum memberikan keputusan, Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
(7) Dalam hal ketetapan Pajak:
a. berubah akibat keputusan dari sengketa Pajak, SKPDKB/ SKPDKBT diterbitkan kembali;
b. pembukuannya belum lewat akhir bulan, ketetapan yang salah dicoret dengan dua garis lurus dan diparaf kemudian ditulis angka yang benar; dan
c. sudah lewat bulan pembetulannya menggunakan berita acara ralat ketetapan.
8. Ketentuan Pasal 15 diubah,
sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak, yang disampaikan secara tertulis kepada Kepala Bapenda dengan melampirkan persyaratan :
a. bukti pembayaran Pajak yang
asli;
b. perhitungan menurut Wajib
Pajak;
c. fotocopy SKPDKB, SKPDKBT
dan atau STPD masa Pajak yang
dimohonkan;
d. surat kuasa apabila dikuasakan;
e. surat kuasa pelimpahan
pengembalian uang ke nomor
rekening penerima apabila
dikuasakan;
f. fotocopy identitas Wajib Pajak
atau kuasanya;
g. fotocopy nomor rekening financial institution
Wajib Pajak/kuasanya; dan
h. printout rekening koran Wajib
Pajak/kuasanya.
(2) Berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak, Bapenda menerbitkan SKPDLB dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak diterimanya surat permohonan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan, Bapenda belum memberikan keputusan, permohonan’ dianggap dikabulkan.
(4) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dan dapat didebit untuk pembayaran Pajak bulan berikutnya atau langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak yang bersangkutan.
9. Diantara Pasal 48 dan Pasal 49
disisipkan 3 Pasal yakni Pasal
48A dan Pasal 48B sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kesembilan
Tata Cara Penerapan Sanksi
Administratif
Pasal 48A
(1) Bupati menerapkan sanksi administratif kepada:
a. Pengusaha yang telah memiliki kewajiban perpajakan tetapi
tidak menyampaikan laporan SPPD/e SPTPD;
b. Wajib Pajak yang menolak memasang/mengoperasikan
alat perekam information transaksi on-line berupa tapping atau billing checker, dan
c. Pengusaha yang telah dilakukan Penagihan melalui STPD tetapi
tidak dapat melakukan pembayaran Pajak sesuai dengan ketentuan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu dengan melakukan penyebaran secara umum informasi ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam bentuk penempelan stiker, spanduk dan media lainnya
Pasal 48B
(1)Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48A ayat (2) dilaksanakan oleh Tim Satuan Tugas Pajak Daerah yang terdiri dari Bapenda, Perangkat Daerah yang membidangi penegakan peraturan perundang-undangan dan dapat menyertakan Perangkat Daerah lainnya yang terkait.
(2) Tahapan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penerbitan surat teguran pelaporan Pajak/pembayaran Pajak yang dikeluarkan Bupati paling banyak 2 (dua) kali secara berturut turut;
b. jangka waktu pemberian surat teguran sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
1. surat teguran kesatu paling
lama 7 (tujuh) hari kalender; dan
2. surat teguran kedua paling lama 3 (tiga) hari kalender.
c. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b mulai berlaku terhitung sejak kuasa atau karyawan pelanggar menerima surat teguran;
d. penerimaan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf c dibuktikan dengan tanda terima pemberian surat teguran yang ditandatangani oleh kuasa atau karyawan pelanggar.
e. apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b pelanggar tidak memenuhi kewajibannya, tim satuan tugas Pajak daerah dengan mengikutsertakan Perangkat Daerah yang membidangi penegakan peraturan perundang undangan melakukan penempelan stiker, spanduk atau media lainnya yang berisikan informasi ketidakpatuhan pelanggar.
(3) Apabila| pelanggar memindahkahkan/mencabut/ menghapus sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e Tim Satuan Tugas Pajak Daerah berkoordinasi dengan Tim Pengawasan Pajak Daerah untuk selanjutnya dilakukan penagihan dengan surat paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(4)Tim Satuan Tugas Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal II
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-17-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bandung.
Ditetapkan di Soreang pada
tanggal 8 Desember 2020
BUPATI BANDUNG,
DADANG M. NASER
Diundangkan di Soreang pada tanggal 8 Desember 2020
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BANDUNG,
TISNA UMARAN
BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2020 NOMOR 137